Selasa, 10 Desember 2013

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA


MEKANISME PERENCANAAN, PENGANGGARAN, DAN PELAKSANAAN APBN DAN APBD

A.  PERENCANAAN, PENGANGGARAN, DAN PELAKSANAAN APBN
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang, menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya, berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapainya. Rencana kerja dan anggaran tersebut disertai perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun, disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN, dan hasil pembahasan tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penyusunan APBN dimulai dengan pembuatan RPJM yang kemudian dijabarkan dalam RKP.

Tahap penganggaran dipimpin oleh Kementerian Keuangan pada Pemerintah Pusat. Setiap tahun, penyusunan APBN dimulai dari penyusunan RKP dengan menyiapkan rancangan kebijakan umum, program indikatif, dan pagu indikatif. Rancangan RKP ini selanjutnya disampaikan ke DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan. Setelah disepakati bersama dengan DPR, maka kebijakan umum anggaran, program prioritas dan plafon anggaran sementara, akan menjadi dasar bagi Kementrian/Lembaga untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA ini selanjutnya digunakan untuk menyusun Rancangan APBN/RAPBN yang wajib disampaikan ke DPR untuk dibahas dan diperbaiki sebelum disetujui untuk ditetapkan menjadi APBN. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan APBN. Proses pengesahan Rancangan APBN dilakukan setelah ada persetujuan oleh DPR.

Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan anggaran oleh Menteri Keuangan. Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembagaBadan Pemeriksa Keuangan (BPK), GubernurDirektur Jenderal AnggaranDirektur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna Anggaran. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan anggaran adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA. Segera setelah suatu tahun anggaran dimulai (1 Januari), maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada satuan-satuan kerja sebagai pengguna anggaran pada kementerian/lembaga Sedangkan dokumen pembayaran antara lain terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

B.  PERENCANAAN, PENGANGGARAN, DAN PELAKSANAAN APBD
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.

RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Tahap penganggaran pada pemerintah daerah dikelola oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Setiap tahun, penyusunan APBD dimulai dari penyusunan RKPD dengan menyiapkan rancangan kebijakan umum, program indikatif, dan pagu indikatif. Rancangan RKPD ini selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan. Setelah disepakati bersama dengan DPRD, maka kebijakan umum anggaran, program prioritas dan plafon anggaran sementara, akan menjadi dasar bagi SKPD untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA ini selanjutnya digunakan untuk menyusun Rancangan APBD yang wajib disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan diperbaiki sebelum disetujui untuk ditetapkan menjadi APBD. DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan APBD. Proses pengesahan Rancangan APBD dilakukan setelah ada persetujuan oleh DPRD dengan ada tambahan proses evaluasi. Evaluasi atas RAPBD yang telah disetujui oleh DPRD dilakukan oleh gubernur untuk RAPBD kabupaten/kota dan Mendagri untuk RAPBD provinsi. Proses evaluasi tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya.

Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 serta Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

1)   Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.
2)   DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
3)   Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
4)   Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.
5)   RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6)   Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.
7)   Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
8)   Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
9)   Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.

Tahap pelaksanaan siklus pengelolaan keuangan daerah diawali dengan menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD). PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD. Rancangan DPA-SKPD merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan.

Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan kepala SKPD paling lama 15 (lima belas) hari sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD mengesahkan rancangan DPA-SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah. DPA-SKPD yang telah disahkan disampaikan kepada kepala SKPD, satuan kerja pengawasan daerah , dan Badan Pemeriksa Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan. DPA-SKPD digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran SKPD. Rancangan anggaran kas SKPD disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD. Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan DPA-SKPD. PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas pemerintah daerah guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah disahkan. Anggaran kas memuat perkiraan arus kas masuk dan perrkiraan arus kas keluar yang digunakan guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.


Format dan Struktur APBN  dan Perbandingan antara format belanja Negara lama (sd thn 2004) dan format belanja baru (mulai tahun 2005)

Mulai  tahun  2000  Pemerintah  telah  merubah  struktur  dan  format  APBN  dari format T-account menjadi I-account. Format APBN yang lama menggunakan T- account  yaitu  seperti  huruf  T.  Pada  sisi  kiri  dicantumkan  rincian  penerimaan negara, baik penerimaan  dalam negeri maupun penerimaan pembangunan  (yang berasal  dari  pinjaman  luar  negeri).  Pada  sisi  kanan  dicantumkan  pengeluaran negara, yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dengan format ini jumlah penerimaan negara selalu sama besarnya dengan jumlah pengeluaran   negara   karena   pinjaman   luar   negeri   dimasukkan   dalam   pos penerimaan pembangunan. Format APBN yang baru disusun menurut I-account, yaitu seperti huruf I.
Pokok perubahan format APBN
Format Lama (Sebelum 2005)
Format Baru (2005 ke depan)
Klasifikasi Jenis Belanja
ü Dual Budgeting
ü Belanja  Pusat  terdiri  dari  6  jenis  belanja (termasuk belanja pembangunan)
1.    Belanja Rutin
a.    Belanja Pegawai
b.    Belanja Barang
c.    Pembayaran Bunga
d.   Subsidi
e.    Pengeluaran Rutin Lainnya
2.    Pengeluaran Pembangunan

Klasifikasi Jenis Belanja
ü Unified Budgeting
ü Belanja Pusat terdiri dari 8 jenis belanja
a.    Belanja Pegawai
b.    Belanja Barang
c.    Belanja Modal
d.   Pembayaran Bunga Utang
e.    Subsidi
f.     Belanja Hibah
g.    Bantuan Sosial
h.    Belanja Lain-lain
Klasifikasi Organisasi
ü Tidak tercantum dalam Nota Keuangan dan UU  APBN  tetapi  hanya  tercantum  dalam buku Satuan 3 yang ditetapkan dengan Keppres
Klasifikasi Organisasi
ü Datar    organisasi     pengguna     anggaran belanja Negara tercantum dalam Nota Keuangan       dan         UU APBN.      Jumlah kementerian Negara/lembaga disesuaikan dengan yang ada
Klasifikasi Sektor
ü Terdiri dari 20 sektor dan 50 subsektor
ü Program   merupakan   rincian   dari   sektor pada pengeluaran rutin dan pembangunan
ü Nama-nama   program   antara   pengeluaran rutin dan pengeluaran agak berbeda
Klasifikasi Fungsi
ü Terdiri dari 11 fungsi dan 79 subfungsi
ü Program  pada masing-masing  kementerian Negara/lembaga  dikompilasi sesuai dengan fungsinya
ü Nama-nama    program    telah   disesuaikan dengan unified budget
Dasar Alokasi
Alokasi    anggaran    berdasarkan    sektor, subsektor dan program
Dasar Alokasi
ü Alokasi    anggaran    berdasarkan    program kementerian Negara/lembaga

Dalam sistem dual budgeting, pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan, yang terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) pembayaran bunga utang, (iv) subsidi, dan (v) pengeluaran rutin lainnya. Sementara itu, pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang dibebankan pada anggaran belanja pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan sasaran pembangunan nasional, baik berupa sasaran fisik maupun nonfisik. Dalam hal ini, pengeluaran pembangunan terdiri dari (i) pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan rupiah, yang pendanaannya bersumber dari dalam negeri dan dari luar negeri dalam bentuk pinjaman program, dan (ii) pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan proyek, yang pendanaannya bersumber dari luar negeri dalam bentuk  pinjaman proyek.

Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget, dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Dalam hal ini, belanja negara menurut klasifikasi ekonomi dikelompokkan ke dalam (1) kompensasi untuk pegawai; (2) penggunaan barang dan jasa; (3) kompensasi dari modal tetap berkaitan dengan biaya produksi yang dilaksanakan sendiri oleh unit organisasi pemerintah; (4) bunga hutang; (5) subsidi; (6) hibah; (7) tunjangan sosial (social benefits); dan (8) pengeluaran-pengeluaran lain dalam rangka transfer dalam bentuk uang atau barang, dan pembelian barang dan jasa dari pihak ketiga untuk dikirim kepada unit lainnya.

Dalam melaksanakan perubahan format dan struktur belanja negara telah dilakukan dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, namun tetap mengacu GFS Manual 2001 dan UU No. 17 Tahun 2003. Beberapa catatan penting berkaitan dengan perubahan dan penyesuaian format dan struktur belanja negara yang baru antara lain :
1)   Pertama, dalam format dan struktur I-account yang baru, belanja negara tetap dipisahkan antara belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah, karena pos belanja untuk daerah yang berlaku selama ini tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu pos belanja negara sebagaimana diatur dalam UU No.17 Tahun 2003;
2)   semua pengeluaran negara yang sifatnya bantuan/subsidi dalam format dan struktur baru diklasifikasikan sebagai subsidi; dan
3)   semua pengeluaran negara yang selama ini ‘mengandung’ nama lain-lain yang tersebar di hampir semua pos belanja negara, dalam format dan struktur baru diklasifikasikan sebagai belanja lain-lain.

Pengertian Mengenai Perbendaharaan Negara Berdasarkan UU RI No.1 Tahun 2004 dan Pejabat Perbendaharaan Negara yang Dimaksud Dalam UU No.1 Tahun 2004 Beserta Kewenangannya dan Implikasinya

Yang dimaksud perbendaharaan negara dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1, meliputi:
a.    pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
b.    pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
c.    pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
d.   pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
e.    pengelolaan kas;
f.     pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
g.    pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
h.    penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah;
i.      penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;
j.      penyelesaian kerugian negara/daerah;
k.    pengelolaan Badan Layanan Umum;  perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD


PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA
A.  PENGGUNA ANGGARAN
1)   Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
a.   menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b.   menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
c.   menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;
d.   menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;
e.   melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
f.    menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;
g.   menggunakan barang milik negara;
h.   menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;
i.    mengawasi pelaksanaan anggaran;
j.    menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.

2)   Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah:
a.    menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b.    menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran;
c.    menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
d.   menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
e.    menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;
f.     menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.

3)   Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Kepala satuan kerja perangkat daerah dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berwenang:
a.   menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b.   melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
c.   melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
d.   melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
e.   mengelola utang dan piutang;
f.    menggunakan barang milik daerah;
g.   mengawasi pelaksanaan anggaran;
h.   menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

B.  BENDAHARA UMUM NEGARA/DAERAH
1)   Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang:
a.    menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;
b.    mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
c.    melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara;
d.   menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;
e.    menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
f.     mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara;
g.    menyimpan uang negara;
h.    menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi;
i.      melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum negara;
j.      melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah;
k.    memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
l.      melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;
m.  mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan;
n.    melakukan penagihan piutang negara;
o.    menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;
p.    menyajikan informasi keuangan negara;
q.    menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik negara;
r.     menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak; menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.

2)   Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawab-kan uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
Kuasa Bendahara Umum Negara melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.
Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban memerintahkan penagihan piutang negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan anggaran.
Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran.

3)   Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah Bendahara Umum Daerah.
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah berwenang:
a.    menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b.    mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; 
c.    melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; 
d.   memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah; 
e.    melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f.     memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk; 
g.    mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;  
h.    menyimpan uang daerah; 
i.      melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi; 
j.      melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum daerah; 
k.    menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah;  
l.      melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; 
m.  melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;  
n.    melakukan penagihan piutang daerah;  
o.    melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
p.    menyajikan informasi keuangan daerah; 
q.    melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. 

C.  BENDAHARA PENERIMAAN/PENGELUARAN
·      Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
·      anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
·      Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
·      Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Pejabat Fungsional.
·      Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara.
·      Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/ penjualan tersebut.

Implikasinya Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut.  Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.
Fungsi pengawasan  keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola pemisahan kewenangan tersebut, yang merupakan salah satu kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, telah mengalami ”deformasi” sehingga menjadi kurang efektif untuk mencegah dan/atau meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara. Oleh karena itu, penerapan pola pemisahan tersebut harus dilakukan secara konsisten.

Dalam Pelaksanaan APBN dalam UU No. 1 Tahun 2004 Adanya Pemisahan  Kewenangan Antara Menteri Teknis Selaku Pengguna Anggaran dan Menteri Keuangan Selaku BUN

Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu di pemerintahan. Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Sementara itu kementerian negara/lembaga berwenang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan  dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga, sementara penyeleng-garaan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Hal tersebut di atas berbeda dengan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara sebelum UUKN diundangkan. Pada masa itu, Menteri Keuangan selain melaksanakan pengurusan kebendaharaan juga melaksanakan pengurusan administratif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar